Selasa, 14 Agustus 2018

EKONOMI PEMBANGUNAN KHUSUSNYA EKONOMI PEMBANGUNAN DAERAH




DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-------------

EKONOMI PEMBANGUNAN KHUSUSNYA EKONOMI PEMBANGUNAN DAERAH

Dipersentasikan
 









Oleh:

AJRUL MUKSININ. S. Kom. I. MA.




DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dengan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka terjadi pula pengesahan dalam pembangunan ekonomi yang bersifat sentralisasi yang mengarah pada desentralisasi, yaitu memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya sendiri.
Pembangunan daerah melalui mekanisme pengambilan keputusan otonomi diyakini mampu merespons permasalahan actual yang akan sering muncul. Otonomi dalam adimistrasi pembngunan dirasakan makin relevan sejalan dengan keragaman social dan ekonomi suatu wilayah.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik. Dasar Hukum Penyelengaraan Pembangunan Daerah bersumber dari UU Negara RI 1945 Bab IV Pasal 18. Hingga saat ini iplementasi formal pasal tersebut terdiri tiga momentum penting, yaitu UU No. 22 Tahun 1999 serta UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum tahun 1974, bukan saja Pembangunan Daerah, Pembangunan nasional juga diakui belum didefinisikan secara baik. Iplementasi Pembangunan Daerah berdasar UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
Terdapat 2 nilai dasar yang dikembangkan dalam  UU 1945 berkenaan dengan pelaksanaan Desentralisasi dan otonomi daerah Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 UUD 1945 : “Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik Desentralisasi dan Dekonsentrasi di bidang ketata negaraan.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat otonom atau daerah otonom, meliputi 3 daerah yaitu:
1.     Daerah Provinsi
2.     Daerah kabupaten
3.     Daerah Kota.

Perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi Daerah.
1.     Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Tentang pokok-pokok Pemerintah Daerah.
2.     Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
3.     Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
4.     Undang-undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
5.     Undang-undang No. 33 Tahun 2004 perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
6.     PERPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 1 angka 18.

“Bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan”

UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157, Yaitu.
1)     Hasil Pajak Daerah
2)     Hasil Retribusi Daerah
3)     Hasil pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan.

Menurut Ahli Lincolin Arsyad :
Pengertian pembangunan ekonomi daerah adalah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya. Mengelola Sumber Daya Alam yang ada dan membentuk suatu pola kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang kegiatan pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut.
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pemerintah daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukkan institusi-institusi baru. Pembangunan industry-industri alternative. Perbaikan kapasitas tenaga kerja dan menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik.


B.     Identifikasi Masalah
1.   Permasalahan Legislasi Daerah
Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, daerah berlomba-lomba untuk mengejar pembangunan daerah dengan berupaya semaksimal mungkin menggali potensi daerahnya, antara lain melalui optimalisasi perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam perkembangannya, keinginan daerah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi daerahnya tersebut diwujudkan dengan membuat berbagai peraturan daerah yang berorientasi kepada kontribusi ekonomi daerah.
Undang-undang No. 12  Tahun 2011 tentang pembentukkan peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Dalam undang-undang tersebut dengan tegas telah diatur asas pembentukkan peraturan perundang-undangan; perencanaan peraturan perundang-undangan; penyususunan peraturan perundangan; pembahasan Rancangan Undang-undang; Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-undang; Pembahasan dan penetapan Rancangan peraturan daerah provinsi dan rancangan peraturan daerah; kabupaten/kota; peraturan perundang-undangan ; penyebarluasan; partisipasi masyarakat dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan; dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukkan keputusan presiden dan lembaga Negara serta pemerintah lainnya. Namun, dalam praktiknya banyak peraturan perundang-undangan diatasnya sehingga harus dicabut. Pada sisi lain peraturan perundang-undangan yang berlaku di daerah masih banyak yang cenderung memberatkan masyarakat maupun investor, sehingga berdampak kontra produktif bagi daerah itu sendiri.

2.   Keberpihakan Legislasi Daerah dalam Pengembangan Investasi daerah
Pembangunan ekonomi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh kesiapan daerah dalam menyiapkan sarana dan prasarana fisik tetapi juga ditentukan oleh kesiapan instrument hokum yang menjadi dasar dari pembangunan ekonomi daerah tersebut. Jaminan kepastian hokum dan keamanan berinvestasi menjadi parameter bagi para investor  untuk menanamkan modalnya di daerah yang selanjutnya dapat mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah dalam hal ini peneggakan hokum dari instrument hokum yang tersedia juga turut menjadi penentu keberhasialan pembangunan ekonomi suatu daerah.
Dalam menyiapkan perangkat hokum sebagai dasar legalitas pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan didaerah baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituntut pula menerapkan prinsip penyelenggaraan Negara yang bersih. Sesuai dengan ketentuan undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara dan Bebas dari Praktik Korupsi, kolusi dan Nepotisme serta perbauatan tercela lainnya.
Dengan demikian pembangunan daerah yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah didaerah harus mencerminkan asas umum penyelenggara Negara dengan mengimplementasikan asas-asas yang meliputi asas kepastian, hokum, tertib penyelenggara Negara, kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas, proposionalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi.[1]
Dalam perkembangannya prinsip penyelenggara Negara yang bersih yang pada hakikatnya merupakan pengembangan dari asas pemerintah yang baik (Aqlemene beginselen van behoorlijk) juga berkaitan erat dengan prinsip yang dikenal dengan Goog Governance, yang muncul seiring dengan perkembangan tuntutan terhadap kualitas demokrasi dan hak asasi manusia sementara masyarakat melihat kecendrungan munculnya penyimpangan kepercayaan public (Abuse of public trust) akibat tidak efektifnya pemerintahan.[2]

Pemerintah daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI yang menganut paham Negara hokum, dalam mengeluarkan setiap kebijakan wajib berpedoman pada ketentuan-ketentuan hokum yang menjamin dan melindungi hak-hak warganya disegala bidang. Sejalan dengan hal tersebut kebijakan daerah melalui penerapan regulasi daerah yang ditunjukkan untuk pembangunan ekonomi daerah dituntut “Ramah Investasi”  yang antara lain dapat dilihat dari perangkat regulasi daerah dibidang perizinan.
Dalam pengaturan perizinan investasi, banyak daerah menerapkan konsep pelayanan perizinan (One stop service system) namun, implementasi konsep tersebut tidak banyak membuat perubahan positif pada level bawah karena investor masih merasakan birokrasi yang berbelit, seperti persyaratan waktu dan biaya yang tidak dapat diukur dan dipastikan.

3.   Ketimpangan dalam kebijakan
Ketimpangan pengelolaan merupakan wujud paling nyata dari kelemahan internal kekuasaan yang diharapkan mampu melaksanakan internal kekuasaan yang diharapkan mampu melaksanakan agenda pembangunan nasional. Rezim kekuasaan tidak sungguh-sungguh memecahkan masalah kosentrasi spasial pembangunan nasional yang hanya terfokus diwilayah-wilayah kota besar. Akibat yang ditimbulkan bukan hanya bertali-temali dengan urbanisasi yang massif dan berskala besar serta kian tidak terbendung dari tahun ke tahun.[3]

Pemerataan pembangunan merupakan tantangan bagi pemerintah. Pemerintah harus memprioritaskan alokasi penggunaan dana untuk pendidikan dan kesehatan serta pembangunan infrastruktur yang dapat mempermudah mobilisasi masyarakat dan menjadi stimulus bagi berkembangnya ekonomi pada sector riil didaerahnya, kebijakan pemerataan pemerintah harus dibuat agar masyarakat merasakan keberadaan Negara yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
o   Konsepsi ketimpangan Dan kebijakan
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk mengurangi ketimpangan  (Disparity) peningkatan pendapatan perkapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan perkapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata.
Seringkali di Negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan pembangunan modal dari pada tenaga kerja. Sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan mengacu pada teori ekonomi pembangunan, terdapat beberapa bentuk-bentuk ketimpangan dalam pembangunan daerah.
o   Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah
Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa, akumulasi modal, ketimpangan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam lajun pertumbhunan ekonomi wilayah yang bersangkutan adanya heterogenitas, dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daeerah dan antar sector ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu, ketimpangan/kesenjangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.[4]




4.   Permasalahan Kelembagaan
Permasalahan kelembagaan dilihat dari besarnya belanja adimistrasi termasuk belanja pegawai daerah secara agregat disumbang karena otonomi daerah yang dibarengi dengan pemekaran daerah (Pembentukkan daerah otonom)[5]  kemunculan daerah-daerah baru jelas menimbulkan persoalan baru, karena kelembagaan daerah-daerah memunculkan perangkat-perangkat pemerintahan. Meskipun secara kelembagaan, birokrasi cenderung semakin banyak dan gemuk tidak hanya didaerah tetapi juga dipusat.
Dengan kondisi yang demikian maka organisasi akan cenderung kaku dan lambat dalam mengantisipasi permasalahan yang muncul. Kecenderungan yang terjadi adalah penyususnan suatu organisasi lebih menekankan pada bagan strukturnya saja, dan melupakan jumlah dan kualifikasi pegawai, system pengambilan keputusan, system komunikasi serta rentang kendali organisasi. Struktur organisasi birokrasi tersebut menyempitkan strategi yang dapat dipilih atau digunakan (Strategy follows structure). Begitu juga kemunculan otonomi daerah secara otomatis menambah jumlah anggaran untuk penyelenggaraan pemerintahan, yaitu yang utama untuk belanja pegawai karena pembengkakan struktur mendorong penambahan jumlah pegawai.

o   Solusi
Berdasarkan hal diatas, harus dilakukan penataan kelembagaan jumlah unit organisasi harus menujukkan adanya keseimbangan dengan jumlah pegawainya. Sehingga Rightsizing  diperlukan untuk menjamin efektifitas pemerintah daerah.
Menurut Thoha (2005) Rightsizing adalah penataan unit organisasi dengan jumlah pegawai yang tepat untuk keperluan melaksanakan tugas kewwajibahn organisasi. Bagi pemerintah pusat perlu melakukan penyempurnaan struktur organisasi agar sejalan dengan strategi organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk pelayanan dan pembangunan.

5.   Pembangunan Manusia
Setelah infrastruktur Indikator permasalahan yang penting untuk dicermati didaerah adalah perkembangan Pembangunan Manusianya. Ukuran Indikator Pembangunan Manusia (IPM) berasal dari komponen angka harapan hidup, angka melek hidup, pendapatan perkapita dan rata-rata mengenyam pendidikan.
Contoh Dari sejumlah indicator tersebut tampak bahwa IPM Provinsi papua dan Aceh masih dibawah rata-rata Nasional disbanding Papua. Hal ini mengindikasikan pembangunan manusia di kedua wilayah provinsi tersebut masih tertinggal dari provinsi lain di Indonesia.
Kondisi ini menujukkan pembangunan belum merata dan bermanfaat bagi pertumbuhan kapasitas manusia di kedua provinsi tersebut angka harapan hidup mengindikasikan indicator kesehatan, sedangkan angka melek huruf dan lama sekolah mengindikasikan kesehjateraan yang masih rendah. Missal sebagian besar masyarakat papua dan aceh memiliki potensi alam yang besar yang dapat menejahterahkan masyarakatnya.


2008
2009
2010
2011
Papua
68,10
64,53
64,94
65,34
Aceh
70,76
71,31
71,70
72,16
Indonesia
70,59
71,76
72,27
72,77
 Sumber : BPS Papua dan Aceh tahun 2012.

C.    Tujuan
Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara utuh tentang pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah secara merata, strategi-strategi yang direncanakan, pengevaluasian kebijakan, serta kemandirian Ekonomi dalam suatu wilayah atau Daerah, yang memiliki peran penting kerjasama antara pemerintah dan masyarakat serta pihak terkait.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah/lokal. Selanjutnya dalam pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukkan institusi-institusi baru, pembangunan industry-industri alternative perbaikan kapasitas tenaga kerja dan menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik Pemerintah Daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah, bersama pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat dengan dukungan sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.



BAB II
TEORI DAN ANALISIS

Ditinjau dari sudut pandang Ekonomi Daerah mempunyai arti:
a.      Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana terdapat kegiatan ekonomi dan didalam pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama kesamaan. Sifat-sifat yang sama tersebut antara lain; dari segi pendapatan Perkapita, Sosial dan Budaya, Geografis dan lain sebagainya.
b.     Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang apabila daerah tersebut dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
c.      Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada dibawah satu adimistrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan lain sebagainya.

A.    Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
a.      Teori Basis Ekonomi
      Teori ini berdasarkan pada ekspor barang (Komoditas) sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
b.     Teori Lokasi, Letak Geografis atau Wilayah.
      Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industry dengan cara yang konsisten.

B.    Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesehjateraan masyarakat suatu wilayah dengan kesehjateraan masyarakat, antara masyarakat satu wilayah dengan wilayah lain agar tidak terjadi ketimpangan antar daerah, maka dengan pembangunan di daerah yang merata.
Pembangunan daerah salah satunya adalah meningkatkan kesehjateraan masyarakat pembangunan di daerah yang merata. Maka untuk itu dibutuh perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang matang, efektif dan efisien dengan misi dan visi tercapainya suatu kemandirian daerah hingga diseluruh pelosok tanah air.
Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit kalau dibandingkan dengan menganalisa perekonomian Nasional. Maka untuk itu kita harus mengambil sebuah langka yang kongkret.
1.     Setiap daerah harus memberikan laporan tentang potensi daerahnya masing-masing. Baik disektor pariwisata, perkebunan, pertanian, perikanan, perkebunan, industry, seni budaya, makanan khas dsb, berkaitan dengan perekonomian masyarakat setempat.
2.     Data dari BPS daerah setempat termasuk angka kemiskinan dan pengangguran tertinggi.
3.     Analisa data yang dikimpulkan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data untuk analisa ekonomi pada tingkat Nasinal.
4.     Menentukan aliran modal dan perdagangab suatu daerah.
5.     Analisa mengenai factor-faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
6.     Kontribusi besar dalam sebuah sector pertumbuhannya dapat menjdai lokomotif pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi tingkat pertumbuhan.
Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk antar daerah dan antar sector.
Setiap daerah mempunyai potensi yang berbeda-beda ada yang berpotensi di sector pertanian, industry, pertambangan dan lain-lain. Maka pembagian ppendapatan tiap daerah tidak merata, ada yang timpang ada yang tidak.[6]



ANALISA DATA



















KONSENTRASI KEGIATAN EKONOMI
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
 Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak dinikmati di Jawa.

Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan semakin miskin saja, karena:
1.     daerah akan kekurangan L yang terampil, K serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan sendiri.
2.     Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan sektor non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.
3.     Tingkat pendapatan masyarakat di daerah semakin rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan investasi di daerah semakin kecil.
 Ketimpangan dalam distribusi kegiatan ekonomi antar wilayah Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya pembagian kegiatan industri manifaktur antar provinsi. Daerah Jawa didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan di luar Jawa didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti pertanian. Karena kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena pasar lokal yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.

 

Pengembangan Ekonomi Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah

Dengan berbagai kewenangan yang akan dimiliki oleh daerah, maka daerah diharapkan akan sangat berperan didalam menciptakan iklim yang menunjang tumbuh-kembangnya kegiatan perekonomian daerah. Prakarsa dan kreatifitas penyelenggara pemerintahan didaerah diharapkan akan segera meningkat. Lebih jauh lagi penyelenggara pemerintah daerah karakternya akan berubah, dari penyedia (provider) menjadi fasilitator, motivator, dan katalisator segenap kegiatan perekonomian didaerah. Berbagai kegiatan perekonomian yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah segera diserahkan kepada swasta dan masyarakat. Prakarsa swasta dan masyarakat didalam menggantikan peran pemerintah harus sangat didukung.
Pemerintah daerah juga harus menciptakan suasana yang mendukung tumbuhnya jiwa wiraswasta dan wirausaha warganya. Iklim kompetisi yang sehat juga harus senantiasa dijaga dan dikembangkan melalui berbagai kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian. Kesempatan yang sama dan setara juga harus dibuka seluas-luasnya bagi masyarakat yang akan terjun dalam kegiatan perekonomian. Pemodal (investor) senantiasa ingin mendapatkan kepastian dan ketepatan waktu dari berbagai proses yang berhubungan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah. Untuk itu keterbukaan, kepastian, ketepatan tindak, ketepatan waktu, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah juga akan menjadi prasyarat utama akan datangnya pemodal ke daerah.
Berbagai peraturan yang menunjang pengembangan ekonomi daerah baik langsung maupun tidak langsung harus disebar luaskan secara terbuka oleh pemerintah daerah. Peraturan-peraturan tersebut antara lain meliputi:
a.     Rencana Tata Ruang Wilayah
b.     Rencana Tata Guna Tanah
c.      Rencana Tata Guna Sumber Daya Air
d.     Peraturan Baku Mutu Lingkungan Hidup
Sedangkan insentif yang harus diberikan oleh pemerintah daerah didalam rangka menunjang pengembangan perekonomian daerah antara lain dengan:
a.     Keterbukaan dan kemudahan mendapatkan informasi
b.     Kemudahan perijinan
c.      Perpajakan dan retribusi yang tepat dan jelas
d.     Harga tanah yang masuk akal (reasonable)
e.     Penyediaan prasarana lingkungan dan pekerjaan umum
f.      Penyediaan sumber energi
g.     Penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan informasi
Selain itu juga hubungan antara desa dan kota (rural-urban linkages) merupakan faktor yang penting didalam pengembangan perekonomian daerah. Disatu sisi masyarakat perkotaan yang bersifat pengguna hasil pertanian dan pemasok hasil industri dan jasa, disisi lain  masyarakat perdesaan yang bersifat pemasok hasil-hasil pertanian, dan pengguna hasil industri dan jasa, interaksinya harus senantiasa dijaga. Perlindungan keduanya akan menciptakan interaksi yang saling menguntungkan.
Dengan otonomi daerah maka perkembangan perekonomian didaerah diharapkan akan lebih efisien, mempunyai keuntungan komparatif, berdaya saing, dan bermanfaat bagi masyarakat setempat melalui penciptaan lapangan kerja.  Lebih jauh lagi kondisi lingkungan hidup akan tetap terjaga dan lestari.



BAB III
Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
6.     Mengenali Ekonomi Wilayah
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai berikut.
a.   Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang.
          Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas high tech lainnya yang memudahkan akses  keluar wilayah.
Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai.
Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya kebutuhan untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar mereka cukup berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan pada pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode pendidikan yang ada tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.
b.   Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat.
Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru.
Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.
Apa yang telah terjadi di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh daerah-daerah lain. Pengalihan fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi tanpa sulit dicegah. Hal ini mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian di wilayah tersebut, disamping itu juga menghilangkan kesempatan untuk menjadikan wilayah yang mandiri dalam pengadaan pangan, termasuk mengurangi kemungkinan berkembangnya wisata ekologi yang memerlukan lahan alami.
c.    Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.
Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda, surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran.
Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi.
Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan ekonomi  wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan terhadap konjungtur ekonomi.
d.   Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan.
Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.
Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat.
Kepadatan, pemanfaatan lahan dan  jarak merupakan tiga faktor utama dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat pembangunan ekonomi wilayah tersebut.
Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga  dapat memberikan waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun fasilitas umum.
Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah pinggiran.

e.   Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan tarsnportasi.
Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan pelatihan/pendidikan.
7.     Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.
Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara lain sebagai berikut.
a.   Menyediakan Informasi kepada Pengusaha
Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku ekonomi di daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang. Dengan cara ini maka pihak pengusaha dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan apa usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan sesuai dengan yang diinginkan.
b.   Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan
Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan dukungan yang diperlukan.
Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu. Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya. Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.
c.    Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan
Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan tingkat kepadatan penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat kepadatan penduduk yang rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan eceran, yang mengakibatkan peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk, maka interaksi antar mereka akan mendorong kegiatan sektor jasa dan perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat tempat yang mudah untuk berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi pengangguran. Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah daerah. Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar. Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang.
Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan oleh usaha kecil dan menengah. Namun usaha kecil juga rentan terhadap ketidakstabilan, yang terutama berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun secara umum dibandingkan sektor skala besar, usaha kecil dan menengah lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah perlu berupaya agar konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha kecil.
d.   Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah
Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama. Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya.
Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah, nasional maupun internasional.
e.   Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi
          Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha mengantisipasi kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-pusat perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh ini dapat berupa kawasan yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi, seperti sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan; klaster industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh juga dapat berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan potensi SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim permukiman transmigrasi. Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dsb.  Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.















BAB IV
PEMBAHASAN
A.   Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga  impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
1.     perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
2.     sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.
3.     Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.

B.    TAHAP-TAHAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
          Menurut Blakely (1989) ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah seperti yang disajikan pada bagan dibawah ini.[7]

Tabel. 1.
Tahapan dan Kegiatan dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah

Tahap
Kegiatan
I
Pengumpulan dan Analisis Data
1.    Penentuan Basis Ekonomi
2.    Analisis Struktural Tenaga Kerja
3.    Evaluasi Kebutuhan Tenaga Kerja
4.    Analisis Peluang dan Kendala Pembangunan
5.    Analisis kapasitas kelembagaan
II
Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah
1.    Penentuan Tujuan dan kriteria
2.    Penentuan Kemungkinan-kemungkinan Tindakan
3.    Penyusunan Strategi
III
Pemilihan Proyek-proyek Pembangunan
1.    Identifikasi Proyek
2.    Penilaian Viabilitas Proyek
IV
Pembuatan Rencana Tindakan
1.    Pra penilaian hasil proyek
2.    Pengembangan input proyek
3.    Penentuan alternative sumber pembiayaan
4.    Identifikasi struktur proyek
V
Penentuan Rincian Proyek
1.    Pelaksanaan studi kelayakan secara rinci
2.    Penyiapan rencana usaha
3.    Pengmbangan, Monitoring, dan Pengevaluasian Program
VI
Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi
1.    Penyiapan Skedul Implementasi Rencana Proyek
2.    Penyusunan Program Pembangunan Secara Keseluruhan
3.    Targeting dan Marketing Aset-aset Masyarakat
4.    Pemasaran kebutuhan keuangan


Daftar Skema. 1

C.    STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Sebelum membahas strategi pembangunan ekonomi daerah, kita coba mengingat kembali tujuan strategi pembangunan ekonomi. Secara umum strategi pembangunan ekonomi adalah mengembangkan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada searang dan upaya untuk mencapai stabilitas ekonomi, serta mengembangan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Pembangunan ekonomi akan berhasil bila mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya fluktuasi ekonomi sektoral, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja.
Secara garis besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999) dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:[8]
a.     Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha di daerah. Secara khusus, tujuan strategi pembangunan fisik ini adalah untuk menciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki pesona (amenity base) atau kualitas hidup masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :
§  Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan tujuan agar memiliki data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau salah dalam penggunaannya, dan sebagainya. 
§  Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi di daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.
§  Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penataan standar fisik suatu bangunan.
§  Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk meragsang perrtumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
§  Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha, di samping menciptakan lapangan kerja
§  Penyadiaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir, tempat olahraga, dan sebagainya.

b.     Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)
Pengembangan dunia usaha meruakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antaa lain:
§  Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama mencegah penurunan kualitas lingkungan.
§  Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan peirjinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
§  Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumberdorongan memajukan kewirausahaan.
§  Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dala produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta sikap kooperatif sesama pelaku bisnis.
§  Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru, dan pencarian pasar baru.

c.      Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development Strategy)
Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara:
§  Pelatihan dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan sembari kerja.
§  Pembuatan bank keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang oarng yang menganggur di daerah.
§  Penciptaan iklim yang mendukung bai perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan di darah.
§  Pengenmbangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.

d.     Strategi Pengembangan Masyarakat 
(Community-Based Development Strategy)
Strategi  pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatan ini berkembang baik di Idonesia belakangan ini, karena ternyata kebijakan umum ekonomi tidak mampu membetikan manfaat begi kelompok-kelompok tetentu.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, seperti mislanya dengan menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh keuntungan dari usahanya.

D.    Strategi Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah
Strategi pengembangan kapasitas pemerintah daerah ditujukan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah secara berkelanjutan dalam aspek-aspek : pelayanan dasar kepada masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, penanggulangan kemiskinan dan tata pemerintah yang baik. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah juga ditujukan untuk mengembangkan sistem kelembagaan dan kompetensi serta pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berorientasi pada kinerja.
Dalam rangka pengembangan kapasitas Pemerintah daerah, maka ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut :
a.      Strategi Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem pada hakekatnya mencakup kebijakan dan pengaturan kerangka kerja yang relevan untuk mencapai tujuan kebijakan yang ditetapkan.  Dalam paparan yang lebih operasional, pengembangan sistem mencakup; substansi kebijakan, strategi, perencanaan serta sasaran kinerja.
b.    Strategi Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan mencakup : proses pengambilan keputusan, sistem manajemen dan relasi antar organisasi,  peraturan dan pengaturan pemerintah yang baik, pembuatan pedoman dan sistem manajemen, restrukturisasi organisasi, refungsionalisasi organisasi, dan revitalisasi organisasi.
c.    Strategi Pengembangan SDM Aparatur
Strategi pengembangan SDM aparatur meliputi : ketrampilan dan kualifikasi individu, pengetahuan, sikap, etika dan motivasi personil yang bekerja pada suatu unit kerja atau organisasi.

E.     Strategi Pengembangan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan keuangan daerah merupakan elemen yang penting peranannya untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, pemerintah daerah secara bertahap akan mampu keluar dari berbagai persoalan yang selama ini dihadapi seperti tingkat pengangguran yang tinggi dan jumlah penduduk miskin yang cukup besar.
Adapun strategi pengembangan kemampuan keuangan daerah, dilaksanakan dengan mengambil langkah-langkah : (a). Intensifikasi dan Ekstensifikasi PAD, (b). Strategi Pengembangan Kerjasama, (c). Strategi Pembentukan Perseroan Daerah dan (d). Strategi Penerbitan Obligasi dan Pinjaman Daerah.

F.     Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi
Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan pemerataan pembagian pendapatan masyarakat. Kinerja pembangunan ekonomi mempunyai kedudukan yang amat penting, karena keberhasilan di bidang ekonomi dapat menyediakan sumber daya yang lebih luas bagi pembangunan di bidang lainnya. Namun sebaliknya untuk melakukan pembangunan ekonomi diperlukan landasan yang kuat, yaitu pengambilan kebijakan yang tepat, akurat dan terarah, supaya hasil yang dicapai akan benar-benar sesuai dengan yang direncanakan.
Adapun strategi untuk mengembangan kinerja ekonomi daerah, ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut : (a). Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi, (b). Strategi Peningkatan Kemakmuran Ekonomi, (c). Strategi Memperkuat Struktur Perekonomian.



G.    Strategi Pengembangan Lingkungan Daerah Yang Kondusif
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan lancar bila terdapat dukungan lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu lingkungan yang kondusif merupakan prasyarat dasar bagi kinerja pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam beraktivitas.  Lingkungan daerah yang kondusif dapat diciptakan terutama melalui pengembangan hubungan yang harmonis antara elemen-elemen stakeholders daerah.  
Hubungan antar elemen stakeholders daerah tersebut  harus sinergis agar efektif. Berdasarkan kenyataan, ketidak harmonisan elemen stakeholders dapat sangat keluar dari koridor politik, hingga muaranya sangat mengganggu kinerja kepemerintahan dan pembangunan secara keseluruhan bahkan pelayanan kepada masyarakat.
Adapun untuk melaksanakan strategi pengembangan Lingkungan Daerah yang Kondusif, maka ditetapkan Langkah-langkah sebagai berikut : (a). Strategi Peningkatan Kecukupan Infrastruktur, (b).  Pengembangan Kemitraan Eksekutif-Legislatif, (c). Penyeimbangan Pembangunan Antar Wilayah,  (d). Penegakan Hukum di Daerah.

H.    Arah Pembangunan Daerah
Inti dari tuntutan reformasi pembangunan di masa depan adalah meningkatnya peran masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Tuntutan ini tidak terlepas dari keinginan masyarakat untuk mendapatkan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam arti kehidupan masyarakat yang lebih merata, otonom, dan terbuka, serta berkembangnya kelembagaan masyarakat yang berkelanjutan. Pemerintah diharapkan berperan hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk tumbuhnya prakarsa masyarakat.
Dimasa depan strategi pembangunan nasional akan lebih mempertimbangkan potensi dan dinamika perkembangan daerah dan wilayah. Perencanaan pada tingkat nasional seyogyanya hanya diarahkan kepada perencanaan yang menitik beratkan penciptaan kegiatan-kegiatan untuk pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing wilayah.  Disamping perhatian nasional juga ditujukan kepada peningkatan kapasitas wilayah-wilayah khusus dalam rangka interaksi antar wilayah atau daerah.
Intervensi program pembangunan yang memiliki karakter kepentingan nasional (national interest) atau bersifat strategis nasional (national strategic) masih tetap dilakukan oleh pemerintah pusat guna memelihara kepentingan nasional dalam rangka negara kesatuan.  Contoh dari upaya pusat didalam kegiatan ini adalah pelaksanaan program pembangunan infrastruktur lintas wilayah dalam rangka meningkatkan arus sumber daya lintas wilayah, dan program-program di berbagai bidang dalam rangka pemerataan pembangunan antar wilayah, antar daerah, dan antar kelompok.
Pasal 4 ayat 1 dan 2, UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai hubungan hierarki dalam pengertian atasan dan bawahan. Karenanya masing-masing daerah secara otonom mempunyai wewenang untuk: (1) merencanakan; (2) melaksanakan; dan (3) mengawasi pembangunan di daerahnya. Oleh sebab itu pemerintah daerah kabupaten/kota tidak lagi diatur dan tergantung kepada pemerintah daerah propinsi. Demikian pula halnya dengan pemerintah propinsi tidak diatur dan tergantung pada pemerintah pusat, kecuali untuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi dan pembantuan.
Meskipun nampaknya hubungan hierarki tidak ada lagi, namun hubungan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks persatuan dan kesatuan. Dalam suasana desentralisasi yang demokratis yang dimimpikan oleh otonomi yang luas tersebut "pengarahan" akan diganti oleh "konsultasi yang mendalam dan meluas", sehingga menghasilkan konsensus yang positif dan produktif. Mekanisme dan dasar pengalokasian pendanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan berubah sesuai dengan jiwa UU No. 25/1999. Dana transfer dari pusat yang berupa Dana Alokasi Umum bersifat "block grant", yang besarannya untuk setiap daerah sudah ditetapkan dengan menggunakan formula yang didasarkan kepada faktor-faktor sebagaimana tertuang dalam undang-undang tersebut.
Otonomi daerah yang bertanggung jawab mempersyaratkan pula adanya keterbukaan dan proses yang demokratis, peranserta yang luas oleh masyarakat, konsultasi horizontal dan vertikal yang intensif, keberlanjutan yang dijamin oleh sinergi antar  sektor dan antar daerah, serta akuntabilitas yang tinggi yang dijamin oleh sistem pengawasan pembangunan yang mantap dan kontrol DPRD yang baik. Persyaratan ini, pada awal pembangunan otonomi merupakan upaya strategis yang harus direncanakan dengan baik dalam pembangunan daerah.
Pembangunan kemampuan kelembagaan diarahkan agar orgainasi penyelenggara pemerintahan lebih ramping, lincah dan tanggap terhadap kepentingan masyarakat; prosedur yang sederhana dan jelas, pembagian antar unit kerja dan hubungan kerja antar lembaga yang tegas. Tidak ketinggalan juga pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas.[9]

D.    Kesimpulan
Dalam melakukan pembangunan Pemerintah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat, termasuk kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah terkait.
·         Melakukan evaluasi, melengkapi ketersediaan data-data tentang potensi-potensi daerah yang ada untuk dipromosikan kepada pelaku ekonomi atau pengembang bisnis.
·         Pemerintah harus mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan masyarakat.
·         Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui Dunia Usaha, perdagangan, peternakan dan pertanian.
·         Mempunyai tujuan meningkatkan lapangan kerja baru.
·         Adanya pemerataan pembangunan

E.     Penutup




[1] Bahrul Amin, Aspek Hukum Pengawasan pengelolaan keuangan daerah dalam Perspektif penyelengara Negara yang bersih, Yogyakarta: Lans Bang Pressindo, 2010. H. 20.
[2]Bahrul Amin, Yogyakarta: Lans Bang Pressindo, 2010. H... 21-22.
[4] Riadi, R.M. 2007. Jurnal, Pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan antar daerah di provinsi Riau. Hlm. 2.
[5] Prof. Dr. ir. Wayan Rusastra, Arah kebijakan pembangunan Daerah, Azza Grafika. 2015. Hlm. 90.
                [6] Sumber: http://eprints.upnjatim.acc.id/1958/1/file1.pdf
                [7] Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN
                [8] Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Jakarta: AlfaBeta. Hlm.133-134
                [9] DR.Ir. Deddy Supriay Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc adalah Ahli Ilmu Wilayah dan Analis Otonomi Daerah, Mantan Staf Ahli Analisa Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas, dan Kepala Pusat Diklat Staf dan Pimpinan Nasional (SPIMNAS) bidang Kepemimpinan, LAN-RI-red

Tidak ada komentar: