DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-------------
EKONOMI PEMBANGUNAN
KHUSUSNYA EKONOMI PEMBANGUNAN DAERAH
Dipersentasikan
Oleh:
AJRUL MUKSININ. S. Kom. I. MA.
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun
2004 tentang perubahan atas UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka terjadi
pula pengesahan dalam pembangunan ekonomi yang bersifat sentralisasi yang
mengarah pada desentralisasi, yaitu memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun
wilayahnya sendiri.
Pembangunan daerah melalui mekanisme pengambilan
keputusan otonomi diyakini mampu merespons permasalahan actual yang akan sering
muncul. Otonomi dalam adimistrasi pembngunan dirasakan makin relevan sejalan dengan
keragaman social dan ekonomi suatu wilayah.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya
dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik. Dasar Hukum Penyelengaraan
Pembangunan Daerah bersumber dari UU Negara RI 1945 Bab IV Pasal 18. Hingga saat
ini iplementasi formal pasal tersebut terdiri tiga momentum penting, yaitu UU
No. 22 Tahun 1999 serta UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebelum tahun 1974, bukan saja Pembangunan Daerah, Pembangunan nasional juga diakui
belum didefinisikan secara baik. Iplementasi Pembangunan Daerah berdasar UU No.
5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
Terdapat
2 nilai dasar yang dikembangkan dalam UU
1945 berkenaan dengan pelaksanaan Desentralisasi dan otonomi daerah Nilai Dasar
Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 UUD 1945 : “Pemerintah diwajibkan
untuk melaksanakan politik Desentralisasi dan Dekonsentrasi di bidang ketata
negaraan.
Menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat
otonom atau daerah otonom, meliputi 3 daerah yaitu:
1.
Daerah Provinsi
2.
Daerah kabupaten
3.
Daerah Kota.
Perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan
otonomi Daerah.
1.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Tentang
pokok-pokok Pemerintah Daerah.
2.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah.
3.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
4.
Undang-undang No. 25 Tahun 1999 Tentang
Tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
5.
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
6.
PERPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah pasal 1 angka 18.
“Bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan”
UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157, Yaitu.
1)
Hasil Pajak Daerah
2)
Hasil Retribusi Daerah
3)
Hasil pengelolaan Kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Menurut Ahli Lincolin Arsyad :
Pengertian pembangunan ekonomi daerah adalah
sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya. Mengelola
Sumber Daya Alam yang ada dan membentuk suatu pola kerjasama antara pemerintah
dan pihak swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
kegiatan pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut.
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi
pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup
pembentukkan institusi-institusi baru. Pembangunan industry-industri
alternative. Perbaikan kapasitas tenaga kerja dan menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik.
B.
Identifikasi Masalah
1.
Permasalahan Legislasi Daerah
Sejak
diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, daerah berlomba-lomba untuk
mengejar pembangunan daerah dengan berupaya semaksimal mungkin menggali potensi
daerahnya, antara lain melalui optimalisasi perolehan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dalam perkembangannya, keinginan daerah untuk melaksanakan pembangunan
ekonomi daerahnya tersebut diwujudkan dengan membuat berbagai peraturan daerah
yang berorientasi kepada kontribusi ekonomi daerah.
Undang-undang
No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai dari tingkat pusat hingga
daerah. Dalam undang-undang tersebut dengan tegas telah diatur asas
pembentukkan peraturan perundang-undangan; perencanaan peraturan
perundang-undangan; penyususunan peraturan perundangan; pembahasan Rancangan
Undang-undang; Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-undang; Pembahasan
dan penetapan Rancangan peraturan daerah provinsi dan rancangan peraturan
daerah; kabupaten/kota; peraturan perundang-undangan ; penyebarluasan;
partisipasi masyarakat dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan; dan
ketentuan lain-lain yang memuat mengenai pembentukkan keputusan presiden dan
lembaga Negara serta pemerintah lainnya. Namun, dalam praktiknya banyak
peraturan perundang-undangan diatasnya sehingga harus dicabut. Pada sisi lain
peraturan perundang-undangan yang berlaku di daerah masih banyak yang cenderung
memberatkan masyarakat maupun investor, sehingga berdampak kontra produktif
bagi daerah itu sendiri.
2.
Keberpihakan Legislasi Daerah dalam Pengembangan
Investasi daerah
Pembangunan
ekonomi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh kesiapan daerah dalam
menyiapkan sarana dan prasarana fisik tetapi juga ditentukan oleh kesiapan
instrument hokum yang menjadi dasar dari pembangunan ekonomi daerah tersebut.
Jaminan kepastian hokum dan keamanan berinvestasi menjadi parameter bagi para
investor untuk menanamkan modalnya di
daerah yang selanjutnya dapat mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
daerah dalam hal ini peneggakan hokum dari instrument hokum yang tersedia juga
turut menjadi penentu keberhasialan pembangunan ekonomi suatu daerah.
Dalam
menyiapkan perangkat hokum sebagai dasar legalitas pelaksanaan penyelenggaraan
pembangunan didaerah baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituntut pula
menerapkan prinsip penyelenggaraan Negara yang bersih. Sesuai dengan ketentuan
undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan
Negara dan Bebas dari Praktik Korupsi, kolusi dan Nepotisme serta perbauatan
tercela lainnya.
Dengan
demikian pembangunan daerah yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah didaerah harus mencerminkan asas umum penyelenggara Negara dengan
mengimplementasikan asas-asas yang meliputi asas kepastian, hokum, tertib
penyelenggara Negara, kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas,
proposionalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi.[1]
Dalam
perkembangannya prinsip penyelenggara Negara yang bersih yang pada hakikatnya
merupakan pengembangan dari asas pemerintah yang baik (Aqlemene beginselen van behoorlijk) juga berkaitan erat dengan
prinsip yang dikenal dengan Goog
Governance, yang muncul seiring dengan perkembangan tuntutan terhadap
kualitas demokrasi dan hak asasi manusia sementara masyarakat melihat
kecendrungan munculnya penyimpangan kepercayaan public (Abuse of public trust) akibat tidak efektifnya pemerintahan.[2]
Pemerintah
daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI yang menganut paham Negara
hokum, dalam mengeluarkan setiap kebijakan wajib berpedoman pada
ketentuan-ketentuan hokum yang menjamin dan melindungi hak-hak warganya
disegala bidang. Sejalan dengan hal tersebut kebijakan daerah melalui penerapan
regulasi daerah yang ditunjukkan untuk pembangunan ekonomi daerah dituntut “Ramah Investasi” yang antara lain dapat dilihat dari
perangkat regulasi daerah dibidang perizinan.
Dalam
pengaturan perizinan investasi, banyak daerah menerapkan konsep pelayanan
perizinan (One stop service system) namun,
implementasi konsep tersebut tidak banyak membuat perubahan positif pada level
bawah karena investor masih merasakan birokrasi yang berbelit, seperti
persyaratan waktu dan biaya yang tidak dapat diukur dan dipastikan.
3.
Ketimpangan dalam kebijakan
Ketimpangan
pengelolaan merupakan wujud paling nyata dari kelemahan internal kekuasaan yang
diharapkan mampu melaksanakan internal kekuasaan yang diharapkan mampu
melaksanakan agenda pembangunan nasional. Rezim kekuasaan tidak sungguh-sungguh
memecahkan masalah kosentrasi spasial pembangunan nasional yang hanya terfokus
diwilayah-wilayah kota besar. Akibat yang ditimbulkan bukan hanya
bertali-temali dengan urbanisasi yang massif dan berskala besar serta kian
tidak terbendung dari tahun ke tahun.[3]
Pemerataan
pembangunan merupakan tantangan bagi pemerintah. Pemerintah harus
memprioritaskan alokasi penggunaan dana untuk pendidikan dan kesehatan serta
pembangunan infrastruktur yang dapat mempermudah mobilisasi masyarakat dan
menjadi stimulus bagi berkembangnya ekonomi pada sector riil didaerahnya,
kebijakan pemerataan pemerintah harus dibuat agar masyarakat merasakan keberadaan
Negara yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
o Konsepsi
ketimpangan Dan kebijakan
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah
adalah untuk mengurangi ketimpangan (Disparity) peningkatan pendapatan
perkapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun
meningkatnya pendapatan perkapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi
pendapatan lebih merata.
Seringkali di Negara-negara berkembang dalam
perekonomiannya lebih menekankan pembangunan modal dari pada tenaga kerja.
Sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian
masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara
merata oleh seluruh lapisan masyarakat maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi
ketimpangan mengacu pada teori ekonomi pembangunan, terdapat beberapa
bentuk-bentuk ketimpangan dalam pembangunan daerah.
o Ketimpangan
Pembangunan Antar Daerah
Proses akumulasi dan mobilisasi
sumber-sumber, berupa, akumulasi modal, ketimpangan tenaga kerja, dan sumber
daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam lajun
pertumbhunan ekonomi wilayah yang bersangkutan adanya heterogenitas, dan
beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya
ketimpangan antar daeerah dan antar sector ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak
dari kenyataan itu, ketimpangan/kesenjangan antar daerah merupakan konsekuensi
logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu
sendiri.[4]
4.
Permasalahan Kelembagaan
Permasalahan
kelembagaan dilihat dari besarnya belanja adimistrasi termasuk belanja pegawai
daerah secara agregat disumbang karena otonomi daerah yang dibarengi dengan
pemekaran daerah (Pembentukkan daerah otonom)[5] kemunculan daerah-daerah baru jelas
menimbulkan persoalan baru, karena kelembagaan daerah-daerah memunculkan
perangkat-perangkat pemerintahan. Meskipun secara kelembagaan, birokrasi
cenderung semakin banyak dan gemuk tidak hanya didaerah tetapi juga dipusat.
Dengan
kondisi yang demikian maka organisasi akan cenderung kaku dan lambat dalam
mengantisipasi permasalahan yang muncul. Kecenderungan yang terjadi adalah
penyususnan suatu organisasi lebih menekankan pada bagan strukturnya saja, dan
melupakan jumlah dan kualifikasi pegawai, system pengambilan keputusan, system
komunikasi serta rentang kendali organisasi. Struktur organisasi birokrasi
tersebut menyempitkan strategi yang dapat dipilih atau digunakan (Strategy follows
structure). Begitu juga kemunculan otonomi daerah secara otomatis menambah
jumlah anggaran untuk penyelenggaraan pemerintahan, yaitu yang utama untuk
belanja pegawai karena pembengkakan struktur mendorong penambahan jumlah
pegawai.
o Solusi
Berdasarkan hal diatas, harus dilakukan
penataan kelembagaan jumlah unit organisasi harus menujukkan adanya
keseimbangan dengan jumlah pegawainya. Sehingga Rightsizing diperlukan untuk
menjamin efektifitas pemerintah daerah.
Menurut Thoha (2005) Rightsizing adalah
penataan unit organisasi dengan jumlah pegawai yang tepat untuk keperluan
melaksanakan tugas kewwajibahn organisasi. Bagi pemerintah pusat perlu
melakukan penyempurnaan struktur organisasi agar sejalan dengan strategi
organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk pelayanan dan pembangunan.
5. Pembangunan
Manusia
Setelah
infrastruktur Indikator permasalahan yang penting untuk dicermati didaerah
adalah perkembangan Pembangunan Manusianya. Ukuran Indikator Pembangunan
Manusia (IPM) berasal dari komponen angka harapan hidup, angka melek hidup,
pendapatan perkapita dan rata-rata mengenyam pendidikan.
Contoh
Dari sejumlah indicator tersebut tampak bahwa IPM Provinsi papua dan Aceh masih
dibawah rata-rata Nasional disbanding Papua. Hal ini mengindikasikan
pembangunan manusia di kedua wilayah provinsi tersebut masih tertinggal dari
provinsi lain di Indonesia.
Kondisi
ini menujukkan pembangunan belum merata dan bermanfaat bagi pertumbuhan
kapasitas manusia di kedua provinsi tersebut angka harapan hidup mengindikasikan
indicator kesehatan, sedangkan angka melek huruf dan lama sekolah
mengindikasikan kesehjateraan yang masih rendah. Missal sebagian besar
masyarakat papua dan aceh memiliki potensi alam yang besar yang dapat
menejahterahkan masyarakatnya.
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
|
Papua
|
68,10
|
64,53
|
64,94
|
65,34
|
Aceh
|
70,76
|
71,31
|
71,70
|
72,16
|
Indonesia
|
70,59
|
71,76
|
72,27
|
72,77
|
Sumber : BPS Papua dan Aceh tahun 2012.
C. Tujuan
Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara
utuh tentang pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah secara merata,
strategi-strategi yang direncanakan, pengevaluasian kebijakan, serta kemandirian
Ekonomi dalam suatu wilayah atau Daerah, yang memiliki peran penting kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat serta pihak terkait.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi
daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah/lokal. Selanjutnya dalam pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses yang mencakup pembentukkan institusi-institusi baru, pembangunan
industry-industri alternative perbaikan kapasitas tenaga kerja dan menghasilkan
produk dan jasa yang lebih baik Pemerintah Daerah dan masyarakatnya harus
secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah, bersama pemerintah
daerah dan partisipasi masyarakat dengan dukungan sumber daya-sumber daya yang
diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.
BAB II
TEORI DAN ANALISIS
Ditinjau dari sudut pandang Ekonomi Daerah
mempunyai arti:
a.
Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana
terdapat kegiatan ekonomi dan didalam pelosok ruang tersebut terdapat
sifat-sifat yang sama kesamaan. Sifat-sifat yang sama tersebut antara lain;
dari segi pendapatan Perkapita, Sosial dan Budaya, Geografis dan lain
sebagainya.
b.
Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi
ruang apabila daerah tersebut dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan
ekonomi.
c.
Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang
berada dibawah satu adimistrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, dan lain sebagainya.
A. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
a.
Teori Basis Ekonomi
Teori
ini berdasarkan pada ekspor barang (Komoditas) sasaran pengembangan teori ini
adalah peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan.
b.
Teori Lokasi, Letak Geografis atau Wilayah.
Teori
lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi
kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industry dengan cara
yang konsisten.
B. Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Tujuan
pembangunan adalah meningkatkan kesehjateraan masyarakat suatu wilayah dengan
kesehjateraan masyarakat, antara masyarakat satu wilayah dengan wilayah lain
agar tidak terjadi ketimpangan antar daerah, maka dengan pembangunan di daerah
yang merata.
Pembangunan
daerah salah satunya adalah meningkatkan kesehjateraan masyarakat pembangunan
di daerah yang merata. Maka untuk itu dibutuh perencanaan pembangunan ekonomi
daerah yang matang, efektif dan efisien dengan misi dan visi tercapainya suatu
kemandirian daerah hingga diseluruh pelosok tanah air.
Menganalisa
perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit kalau dibandingkan
dengan menganalisa perekonomian Nasional. Maka untuk itu kita harus mengambil
sebuah langka yang kongkret.
1.
Setiap daerah harus memberikan laporan
tentang potensi daerahnya masing-masing. Baik disektor pariwisata, perkebunan,
pertanian, perikanan, perkebunan, industry, seni budaya, makanan khas dsb,
berkaitan dengan perekonomian masyarakat setempat.
2.
Data dari BPS daerah setempat termasuk angka
kemiskinan dan pengangguran tertinggi.
3.
Analisa data yang dikimpulkan dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan data untuk analisa ekonomi pada tingkat Nasinal.
4.
Menentukan aliran modal dan perdagangab suatu
daerah.
5.
Analisa mengenai factor-faktor yang mendukung
pertumbuhan ekonomi.
6.
Kontribusi besar dalam sebuah sector
pertumbuhannya dapat menjdai lokomotif pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi
tingkat pertumbuhan.
Tolak
ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur
ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk antar daerah
dan antar sector.
Setiap
daerah mempunyai potensi yang berbeda-beda ada yang berpotensi di sector
pertanian, industry, pertambangan dan lain-lain. Maka pembagian ppendapatan
tiap daerah tidak merata, ada yang timpang ada yang tidak.[6]
ANALISA DATA
KONSENTRASI KEGIATAN EKONOMI
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang
rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam pembangunan
ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya
terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua adalah yang
sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau
prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya
sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari
daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat
lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa
mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak
dinikmati di Jawa.
Jika
keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan
semakin miskin saja, karena:
1. daerah akan kekurangan L yang terampil, K
serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan sendiri.
2. Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan
sektor non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah
struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.
3. Tingkat pendapatan masyarakat di daerah
semakin rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan
investasi di daerah semakin kecil.
Ketimpangan dalam distribusi kegiatan ekonomi antar wilayah
Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya pembagian kegiatan industri
manifaktur antar provinsi. Daerah Jawa didominasi oleh sektor-sektor yang
memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan di luar Jawa
didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti pertanian. Karena
kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi di
Indonesia. Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena pasar lokal
yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.
Pengembangan Ekonomi
Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Dengan berbagai kewenangan yang akan dimiliki
oleh daerah, maka daerah diharapkan akan sangat berperan didalam menciptakan
iklim yang menunjang tumbuh-kembangnya kegiatan perekonomian daerah. Prakarsa
dan kreatifitas penyelenggara pemerintahan didaerah diharapkan akan segera
meningkat. Lebih jauh lagi penyelenggara pemerintah daerah karakternya akan
berubah, dari penyedia (provider) menjadi fasilitator, motivator, dan
katalisator segenap kegiatan perekonomian didaerah. Berbagai kegiatan
perekonomian yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah segera diserahkan
kepada swasta dan masyarakat. Prakarsa swasta dan masyarakat didalam
menggantikan peran pemerintah harus sangat didukung.
Pemerintah daerah juga harus menciptakan
suasana yang mendukung tumbuhnya jiwa wiraswasta dan wirausaha warganya. Iklim
kompetisi yang sehat juga harus senantiasa dijaga dan dikembangkan melalui
berbagai kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian.
Kesempatan yang sama dan setara juga harus dibuka seluas-luasnya bagi
masyarakat yang akan terjun dalam kegiatan perekonomian. Pemodal (investor)
senantiasa ingin mendapatkan kepastian dan ketepatan waktu dari berbagai proses
yang berhubungan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah. Untuk itu
keterbukaan, kepastian, ketepatan tindak, ketepatan waktu, dan akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintah juga akan menjadi prasyarat utama akan datangnya
pemodal ke daerah.
Berbagai peraturan yang menunjang
pengembangan ekonomi daerah baik langsung maupun tidak langsung harus disebar
luaskan secara terbuka oleh pemerintah daerah. Peraturan-peraturan tersebut
antara lain meliputi:
a.
Rencana Tata Ruang Wilayah
b.
Rencana Tata Guna Tanah
c.
Rencana Tata Guna Sumber Daya Air
d.
Peraturan Baku Mutu Lingkungan Hidup
Sedangkan insentif yang harus diberikan oleh
pemerintah daerah didalam rangka menunjang pengembangan perekonomian daerah
antara lain dengan:
a.
Keterbukaan dan kemudahan mendapatkan
informasi
b.
Kemudahan perijinan
c.
Perpajakan dan retribusi yang tepat dan jelas
d.
Harga tanah yang masuk akal (reasonable)
e.
Penyediaan prasarana lingkungan dan pekerjaan
umum
f.
Penyediaan sumber energi
g.
Penyediaan sarana dan prasarana
telekomunikasi dan informasi
Selain itu juga hubungan antara desa dan kota
(rural-urban linkages) merupakan faktor yang penting didalam
pengembangan perekonomian daerah. Disatu sisi masyarakat perkotaan yang
bersifat pengguna hasil pertanian dan pemasok hasil industri dan jasa, disisi
lain masyarakat perdesaan yang bersifat
pemasok hasil-hasil pertanian, dan pengguna hasil industri dan jasa,
interaksinya harus senantiasa dijaga. Perlindungan keduanya akan menciptakan
interaksi yang saling menguntungkan.
Dengan otonomi daerah maka perkembangan
perekonomian didaerah diharapkan akan lebih efisien, mempunyai keuntungan
komparatif, berdaya saing, dan bermanfaat bagi masyarakat setempat melalui
penciptaan lapangan kerja. Lebih jauh
lagi kondisi lingkungan hidup akan tetap terjaga dan lestari.
BAB III
Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka
panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi
kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari
pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi
daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2)
merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
6.
Mengenali Ekonomi
Wilayah
Isu-isu utama dalam
perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai
berikut.
a.
Perkembangan Penduduk dan
Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk
merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu
wilayah berubah cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya
menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan
alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang
berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan berbagai
barang dan jasa. Penduduk yang bertambah membutuhkan pangan. Rumah tangga baru
juga membutuhkan rumah baru atau renovasi rumah lama berikut perabotan,
alat-alat rumah tangga dan berbagai produk lain. Dari sini kegiatan pertanian
dan industri berkembang.
Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi
mencari pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana
mereka berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah
menjadi tren dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan
pengerah tenaga kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan
bahwa pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin
tinggi tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini
semakin meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas
high tech lainnya yang memudahkan akses
keluar wilayah.
Urbanisasi orang-orang
muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran kebutuhan ekonomi mereka namun
merupakan peristiwa yang kurang menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi
dalam jumlah besar. Untuk mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk
mulai melatih angkatan kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan
memberikan pekerjaan sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka
sebagai tenaga dewasa yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan
bagi mereka untuk tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan
yang sesuai.
Lembaga
pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya kebutuhan untuk
membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar mereka cukup berguna
bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan pada pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode pendidikan yang ada
tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada keperluan untuk
mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan pelatihan yang
dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.
b.
Sektor Pertanian
Di setiap wilayah
berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah
yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan
wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal
ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut
karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat
berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin
lambat.
Upaya pengembangan
sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri
di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak
pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur
untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan
pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan
kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama mengatasi keterbatasan
modal, mengurangi resiko produksi, memungkinkan petani memakai bahan baku impor
dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang
sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru.
Faktor-faktor penentu
pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah.
Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan merosotnya kegiatan
ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan AFTA, maka di
pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat impor dalam jumlah
besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk
tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk
menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu
strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana caranya agar petani setempat
dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran.
Namun daripada bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan
lebih baik jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah
tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian
disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk diekspor.
Apa yang telah terjadi
di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh daerah-daerah lain. Pengalihan
fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi tanpa sulit dicegah. Hal ini
mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian di wilayah tersebut,
disamping itu juga menghilangkan kesempatan untuk menjadikan wilayah yang
mandiri dalam pengadaan pangan, termasuk mengurangi kemungkinan berkembangnya
wisata ekologi yang memerlukan lahan alami.
c.
Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan
dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat
menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang
bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan menarik
turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu lokasi rekreasi,
kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih komersial dibandingkan kawasan
lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai sumber alam yang terbatas, hal
penting yang harus diperhatikan adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi
untuk suatu wilayah.
Wisata ekologi
memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan wisata ekologi merupakan
wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat memberikan landasan bagi
terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan peluang unik untuk menarik pasar
wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan berbagai aktivitas seperti berkuda,
surfing, berkemah, memancing dll. akan dapat membantu perluasan
pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat pengganguran.
Wisata budaya merupakan
segmen yang berkembang cepat dari industri pariwisata. Karakter dan pesona dari
desa/kota kecil adalah faktor utama dalam menarik turis. Namun kegiatan
pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak pekerjaan bersifat musiman juga,
yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran pada waktu-waktu
tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal dapat rentan terhadap perputaran
siklus ekonomi.
Ekonomi wilayah
sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-ragaman ekonomi
diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan untuk menstabilkan
ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu bertahan
terhadap konjungtur ekonomi.
d.
Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu
wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi
dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk mempertahankan daya
saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan investasi, maka haruslah siap
untuk memberi perhatian terhadap: keanekaragaman, identitas dan sikap
bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang
dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor
luar perlu dilakukan.
Kawasan bersejarah
adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting. Pelestarian kawasan
bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal seperti keuangan
daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan menciptakan
pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap
kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan ekonomi yang
menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan bersejarah
memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat masyarakat memiliki
tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan developer umumnya menilai
kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari wilayahnya, salah satunya
adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.
Selain aset alam dan
budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan bisnis yang penting. Untuk
melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada suatu wilayah dapat dilihat
dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut. Sarana umum merupakan
kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana umum ini sangat penting bagi
aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling dasar adalah jalan, pelabuhan,
pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air bersih, penampungan dan
pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan seperti sekolah, taman bermain,
ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih banyak fasilitas lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat.
Kepadatan, pemanfaatan
lahan dan jarak merupakan tiga faktor
utama dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat
penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih murah
jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat, kompak dan
teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau
terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan
pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat pembangunan
ekonomi wilayah tersebut.
Sarana umum yang baru
perlu dibangun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Idealnya fasilitas
sarana umum yang ada harus dapat menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya,
sehingga dapat memberikan waktu untuk
dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan sarana umum
haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana pembangunan seharusnya
dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan berlangsung sehingga dapat
dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang kegiatan masyarakat pada wilayah
tersebut. Penyediaan sarana dapat juga dilakukan dengan memberikan potongan
pajak dan ongkos kompensasi berupa pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta
yang bersedia membangun fasilitas umum.
Wilayah pinggiran
biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak direncanakan,
berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada penggunaan lahan
yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana umum menjadi sangat
mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya harus
ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola pengadaan sarana umum
di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama maupun di wilayah
pinggiran.
e.
Keterkaitan Wilayah dan
Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk
mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan
ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju
pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan
kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi
wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan hubungan
transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara,
jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan
barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya
saing wilayah. Mengenali kebutuhan pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan
dalam merencanakan pembangunan tarsnportasi.
Umumnya usaha yang sama
cenderung beraglomerasi dan membentuk kelompok usaha dengan karakter yang sama
serta tipe tenaga kerja yang sama. Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu
tipe. Sumber daya alam dan industri pertanian biasanya berada di tahap awal
pembangunan wilayah dan menciptakan kesempatan yang potensial untuk
perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha (aglomerasi) berarti semua industri
yang saling berkaitan saling membagi hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan
itu juga menciptakan potensi untuk menciptakan jaringan kerjasama yang dapat
membangun kegiatan pemasaran bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang
berkaitan ke depan atau ke belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang
sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin bersaing di pasar lokal dan
nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan kawasan yang terpadu diperlukan
untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Prioritas utama adalah
mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan tanda-tanda aglomerasi dengan
seluruh kegiatan dan institusi yang membentuknya. Kemungkinan kawasan ini
menjadi pusat usaha dan perdagangan tergantung pada jaringan transportasi yang
baik, prasarana yang lengkap, tempat kerja yang mudah dicapai, dukungan modal,
dan kesempatan pelatihan/pendidikan.
7.
Manajemen Pembangunan
Daerah Yang Pro-Bisnis
Pemerintah daerah dan
pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak
pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu
hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha.
Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan
diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai
kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang,
serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui
banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha
mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai
insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat
roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak
bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk
kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.
Pemerintah daerah dalam
mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak
yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen
pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan
pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak
tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Prinsip-prinsip
manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara lain sebagai berikut.
a.
Menyediakan Informasi
kepada Pengusaha
Pemerintah daerah dapat
memberikan informasi kepada para pelaku ekonomi di daerahnya ataupun di luar
daerahnya kapan, dimana, dan apa saja jenis investasi yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan yang akan datang. Dengan cara ini maka pihak pengusaha
dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah
daerah, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan
dalam kegiatan apa usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu
terbuka mengenai kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik
perlu diupayakan sesuai dengan yang diinginkan.
b.
Memberikan Kepastian dan
Kejelasan Kebijakan
Salah satu kendala
berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang berubah-ubah sedangkan
pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah serta tujuan kebijakan
pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang baik dapat membuat
pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan keuntungan di kemudian
hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab itu adalah masalah
kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus menghindari adanya tumpang
tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha dalam membangun ekonomi
daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi diantara instansi-instansi
penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara ini, suatu instansi dapat
mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi lain, sehingga dapat
mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan dukungan yang
diperlukan.
Pengusaha juga mengharapkan
kepastian kebijakan antar waktu. Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat
pengusaha kehilangan kepercayaan mengenai keseriusannya membangun ekonomi
daerah. Pengusaha daerah umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil
kebijakan di daerahnya. Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya
kepercayaan terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara
terencana dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.
c.
Mendorong Sektor Jasa
dan Perdagangan
Sektor ekonomi yang umumnya
bekembang cepat di kota-kota adalah sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor
ini sangat tergantung pada jarak dan tingkat kepadatan penduduk. Persebaran
penduduk yang berjauhan dan tingkat kepadatan penduduk yang rendah akan
memperlemah sektor jasa dan perdagangan eceran, yang mengakibatkan peluang
kerja berkurang. Semakin dekat penduduk, maka interaksi antar mereka akan
mendorong kegiatan sektor jasa dan perdagangan. Seharusnya pedagang kecil
mendapat tempat yang mudah untuk berusaha, karena telah membantu pemerintah
daerah mengurangi pengangguran. Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar
pajak kepada pemerintah daerah. Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan
eceran, pertukaran ekonomi yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan
investasi yang lebih besar. Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang
efisien dan teratur akan menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah
dalam jangka panjang.
Sebagian besar lapangan
kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan oleh usaha kecil dan menengah.
Namun usaha kecil juga rentan terhadap ketidakstabilan, yang terutama berkaitan
dengan pasar dan modal, walaupun secara umum dibandingkan sektor skala besar,
usaha kecil dan menengah lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah
perlu berupaya agar konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap
kelangsungan usaha kecil.
d.
Meningkatkan Daya Saing
Pengusaha Daerah
Kualitas strategi
pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang akan dilakukan
pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di daerahnya menghadapi
persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi
perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya perjanjian AFTA, APEC dan
lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap perdagangan bebas akan menjadi
satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua daerah. Upaya untuk menyiapkan
pengusaha daerah oleh sebab itu perlu dilakukan. Pengusaha dari negara maju
telah siap atau disiapkan sejak lama. Pengusaha daerah juga perlu diberitahu
konsekuensi langsung dari ketidaksiapan menghadapi perdagangan bebas. Saat ini,
pengusaha lokal mungkin masih dapat meminta pengertian manajer supermarket
untuk mendapatkan tempat guna menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada
toleransi untuk produksi lokal yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas
dan tidak lebih tetap pasokannya.
Meningkatkan daya saing
adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti
perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan
segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang
berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk
selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan
internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana
agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan
internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi
pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah,
nasional maupun internasional.
e.
Membentuk Ruang yang
Mendorong Kegiatan Ekonomi
Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih
langsung menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha
mengantisipasi kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-pusat
perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh ini dapat
berupa kawasan yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi, seperti
sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan; klaster industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh juga dapat
berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan potensi SDA yang belum
diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim permukiman transmigrasi.
Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya ditumbuhkan dengan berbagai
upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis,
pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dsb. Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan
cepat tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan
keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Perencanaan Pembangunan
Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan
ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan
sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki
kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara
bertanggung jawab.
Pembangunan ekonomi yang
efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai
penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil,
koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses
perencanaan.
Ada tiga impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
1.
perencanan pembangunan
ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara
daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian
darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir
dari interaksi tersebut.
2.
sesuatu yang tampaknya baik
secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di
daerah belum tentu baik secara nasional.
3.
Perangkat kelembagaan yang
tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan
keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang
tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat
berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang
efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat
dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang
benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap
yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan
obyek perencanaan.
B. TAHAP-TAHAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Menurut
Blakely (1989) ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah
seperti yang disajikan pada bagan dibawah ini.[7]
Tabel. 1.
Tahapan dan Kegiatan dalam Proses Perencanaan
Pembangunan Daerah
Tahap
|
Kegiatan
|
I
|
Pengumpulan dan Analisis
Data
1.
Penentuan Basis Ekonomi
2.
Analisis Struktural
Tenaga Kerja
3.
Evaluasi Kebutuhan Tenaga
Kerja
4.
Analisis Peluang dan
Kendala Pembangunan
5.
Analisis kapasitas
kelembagaan
|
II
|
Pemilihan Strategi
Pembangunan Daerah
1.
Penentuan Tujuan dan
kriteria
2.
Penentuan
Kemungkinan-kemungkinan Tindakan
3.
Penyusunan Strategi
|
III
|
Pemilihan Proyek-proyek
Pembangunan
1.
Identifikasi Proyek
2.
Penilaian Viabilitas
Proyek
|
IV
|
Pembuatan Rencana
Tindakan
1.
Pra penilaian hasil
proyek
2.
Pengembangan input proyek
3.
Penentuan alternative
sumber pembiayaan
4.
Identifikasi struktur
proyek
|
V
|
Penentuan Rincian Proyek
1.
Pelaksanaan studi
kelayakan secara rinci
2.
Penyiapan rencana usaha
3.
Pengmbangan, Monitoring,
dan Pengevaluasian Program
|
VI
|
Persiapan Perencanaan
Secara Keseluruhan dan Implementasi
1.
Penyiapan Skedul
Implementasi Rencana Proyek
2.
Penyusunan Program
Pembangunan Secara Keseluruhan
3.
Targeting dan Marketing
Aset-aset Masyarakat
4.
Pemasaran kebutuhan
keuangan
|
Daftar Skema. 1
C.
STRATEGI PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH
Sebelum
membahas strategi pembangunan ekonomi daerah, kita coba mengingat kembali
tujuan strategi pembangunan ekonomi. Secara umum strategi pembangunan ekonomi
adalah mengembangkan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada searang dan upaya
untuk mencapai stabilitas ekonomi, serta mengembangan basis ekonomi dan
kesempatan kerja yang beragam. Pembangunan ekonomi akan berhasil bila mampu
memenuhi kebutuhan dunia usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya fluktuasi ekonomi sektoral, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kesempatan kerja.
Secara garis
besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999) dapat
dikelompokan menjadi empat yaitu:[8]
a.
Strategi Pengembangan Fisik (Locality
Or Physical Development Strategy)
Melalui
pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan
untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan
berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha di daerah. Secara khusus,
tujuan strategi pembangunan fisik ini adalah untuk menciptakan
identitas daerah/kota, memperbaiki pesona (amenity base) atau
kualitas hidup masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic
center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai
tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :
§ Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan
tujuan agar memiliki data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya,
tanah yang belum dikembangkan, atau salah dalam penggunaannya, dan
sebagainya.
§ Pengendalian
perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi di
daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.
§ Penataan
kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan,
penataan pusat-pusat pertokoan, dan penataan standar fisik suatu bangunan.
§ Pengaturan tata
ruang (zoning) dengan baik untuk meragsang perrtumbuhan dan
pembangunan ekonomi daerah.
§ Penyediaan
perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha, di
samping menciptakan lapangan kerja
§ Penyadiaan
infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir, tempat
olahraga, dan sebagainya.
b.
Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines
Development Strategi)
Pengembangan
dunia usaha meruakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena
daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara
terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai tujuan
pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antaa lain:
§ Penciptaan
iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan kebijakan yang
memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama mencegah
penurunan kualitas lingkungan.
§ Pembuatan
informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha untuk
berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan peirjinan dan
informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
§ Pendirian pusat
konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil perannya sangat
penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumberdorongan memajukan
kewirausahaan.
§ Pembuatan
sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dala
produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta sikap
kooperatif sesama pelaku bisnis.
§ Pembuatan
lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini diperlukan untuk
melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru, dan
pencarian pasar baru.
c.
Strategi Pengembangan Sumber Daya
Manusia (Human Resources Development Strategy)
Strategi
pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling penting dalam proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi tanpa dibarengi
dengan peningkatan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia adalah suatu
keniscayaaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
cara:
§ Pelatihan
dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang
dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan sembari kerja.
§ Pembuatan bank
keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi data
tentang keahlian dan latar belakang oarng yang menganggur di daerah.
§ Penciptaan
iklim yang mendukung bai perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dan
keterampilan di darah.
§ Pengenmbangan
lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.
d.
Strategi Pengembangan Masyarakat
(Community-Based Development Strategy)
Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan
kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan (empowerment) suatu
kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatan ini
berkembang baik di Idonesia belakangan ini, karena ternyata kebijakan umum
ekonomi tidak mampu membetikan manfaat begi kelompok-kelompok tetentu.
Tujuan kegiatan
ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, seperti mislanya dengan menciptakan
proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk
memperoleh keuntungan dari usahanya.
D.
Strategi
Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah
Strategi pengembangan
kapasitas pemerintah daerah ditujukan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah
Daerah secara berkelanjutan dalam aspek-aspek : pelayanan dasar kepada
masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, penanggulangan kemiskinan dan tata
pemerintah yang baik. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah juga ditujukan
untuk mengembangkan sistem kelembagaan dan kompetensi serta pengelolaan dan
pengembangan sumber daya manusia yang berorientasi pada kinerja.
Dalam rangka
pengembangan kapasitas Pemerintah daerah, maka ditetapkan langkah-langkah
sebagai berikut :
a.
Strategi Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem pada hakekatnya mencakup kebijakan
dan pengaturan kerangka kerja yang relevan untuk mencapai tujuan kebijakan yang
ditetapkan. Dalam paparan yang lebih operasional, pengembangan
sistem mencakup; substansi kebijakan, strategi, perencanaan serta sasaran
kinerja.
b.
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan mencakup : proses pengambilan
keputusan, sistem manajemen dan relasi antar organisasi, peraturan
dan pengaturan pemerintah yang baik, pembuatan pedoman dan sistem manajemen,
restrukturisasi organisasi, refungsionalisasi organisasi, dan revitalisasi
organisasi.
c.
Strategi Pengembangan SDM
Aparatur
Strategi pengembangan SDM aparatur meliputi : ketrampilan
dan kualifikasi individu, pengetahuan, sikap, etika dan motivasi personil yang
bekerja pada suatu unit kerja atau organisasi.
E.
Strategi
Pengembangan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan keuangan
daerah merupakan elemen yang penting peranannya untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Dengan pola kebijakan
yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, pemerintah daerah
secara bertahap akan mampu keluar dari berbagai persoalan yang selama ini
dihadapi seperti tingkat pengangguran yang tinggi dan jumlah penduduk miskin yang
cukup besar.
Adapun strategi
pengembangan kemampuan keuangan daerah, dilaksanakan dengan mengambil
langkah-langkah : (a). Intensifikasi dan Ekstensifikasi PAD, (b). Strategi
Pengembangan Kerjasama, (c). Strategi Pembentukan Perseroan Daerah dan (d). Strategi
Penerbitan Obligasi dan Pinjaman Daerah.
F.
Strategi
Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi
Pada hakekatnya
pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan
pemerataan pembagian pendapatan masyarakat. Kinerja pembangunan ekonomi
mempunyai kedudukan yang amat penting, karena keberhasilan di bidang ekonomi
dapat menyediakan sumber daya yang lebih luas bagi pembangunan di bidang
lainnya. Namun sebaliknya untuk melakukan pembangunan ekonomi diperlukan
landasan yang kuat, yaitu pengambilan kebijakan yang tepat, akurat dan terarah,
supaya hasil yang dicapai akan benar-benar sesuai dengan yang direncanakan.
Adapun strategi untuk
mengembangan kinerja ekonomi daerah, ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut
: (a). Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi, (b). Strategi Peningkatan
Kemakmuran Ekonomi, (c). Strategi Memperkuat Struktur Perekonomian.
G.
Strategi
Pengembangan Lingkungan Daerah Yang Kondusif
Penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan lancar bila terdapat dukungan
lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu lingkungan yang kondusif merupakan
prasyarat dasar bagi kinerja pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam
beraktivitas. Lingkungan daerah yang kondusif dapat diciptakan
terutama melalui pengembangan hubungan yang harmonis antara elemen-elemen stakeholders daerah.
Hubungan antar
elemen stakeholders daerah tersebut harus sinergis
agar efektif. Berdasarkan kenyataan, ketidak harmonisan elemen stakeholders
dapat sangat keluar dari koridor politik, hingga muaranya sangat mengganggu
kinerja kepemerintahan dan pembangunan secara keseluruhan bahkan pelayanan
kepada masyarakat.
Adapun untuk
melaksanakan strategi pengembangan Lingkungan Daerah yang Kondusif, maka
ditetapkan Langkah-langkah sebagai berikut : (a). Strategi Peningkatan
Kecukupan Infrastruktur, (b). Pengembangan Kemitraan
Eksekutif-Legislatif, (c). Penyeimbangan Pembangunan Antar
Wilayah, (d). Penegakan Hukum di Daerah.
H.
Arah
Pembangunan Daerah
Inti dari tuntutan reformasi pembangunan di
masa depan adalah meningkatnya peran masyarakat dalam kegiatan pembangunan.
Tuntutan ini tidak terlepas dari keinginan masyarakat untuk mendapatkan
kualitas kehidupan yang lebih baik dalam arti kehidupan masyarakat yang lebih
merata, otonom, dan terbuka, serta berkembangnya kelembagaan masyarakat yang
berkelanjutan. Pemerintah diharapkan berperan hanya sebagai fasilitator dan
motivator untuk tumbuhnya prakarsa masyarakat.
Dimasa depan strategi pembangunan nasional
akan lebih mempertimbangkan potensi dan dinamika perkembangan daerah dan
wilayah. Perencanaan pada tingkat nasional seyogyanya hanya diarahkan kepada
perencanaan yang menitik beratkan penciptaan kegiatan-kegiatan untuk pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing
wilayah. Disamping perhatian nasional
juga ditujukan kepada peningkatan kapasitas wilayah-wilayah khusus dalam rangka
interaksi antar wilayah atau daerah.
Intervensi program pembangunan yang memiliki
karakter kepentingan nasional (national interest) atau bersifat
strategis nasional (national strategic) masih tetap dilakukan oleh
pemerintah pusat guna memelihara kepentingan nasional dalam rangka negara
kesatuan. Contoh dari upaya pusat
didalam kegiatan ini adalah pelaksanaan program pembangunan infrastruktur
lintas wilayah dalam rangka meningkatkan arus sumber daya lintas wilayah, dan
program-program di berbagai bidang dalam rangka pemerataan pembangunan antar
wilayah, antar daerah, dan antar kelompok.
Pasal 4 ayat 1 dan 2, UU No. 22 Tahun 1999
menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai
hubungan hierarki dalam pengertian atasan dan bawahan. Karenanya masing-masing
daerah secara otonom mempunyai wewenang untuk: (1) merencanakan; (2)
melaksanakan; dan (3) mengawasi pembangunan di daerahnya. Oleh sebab itu
pemerintah daerah kabupaten/kota tidak lagi diatur dan tergantung kepada
pemerintah daerah propinsi. Demikian pula halnya dengan pemerintah propinsi
tidak diatur dan tergantung pada pemerintah pusat, kecuali untuk tugas-tugas
tertentu yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi dan pembantuan.
Meskipun nampaknya hubungan hierarki tidak
ada lagi, namun hubungan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks
persatuan dan kesatuan. Dalam suasana desentralisasi yang demokratis yang
dimimpikan oleh otonomi yang luas tersebut "pengarahan" akan diganti
oleh "konsultasi yang mendalam dan meluas", sehingga menghasilkan
konsensus yang positif dan produktif. Mekanisme dan dasar pengalokasian
pendanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan berubah
sesuai dengan jiwa UU No. 25/1999. Dana transfer dari pusat yang berupa
Dana Alokasi Umum bersifat "block grant", yang besarannya
untuk setiap daerah sudah ditetapkan dengan menggunakan formula yang didasarkan
kepada faktor-faktor sebagaimana tertuang dalam undang-undang tersebut.
Otonomi daerah yang bertanggung jawab
mempersyaratkan pula adanya keterbukaan dan proses yang demokratis, peranserta
yang luas oleh masyarakat, konsultasi horizontal dan vertikal yang intensif,
keberlanjutan yang dijamin oleh sinergi antar
sektor dan antar daerah, serta akuntabilitas yang tinggi yang dijamin
oleh sistem pengawasan pembangunan yang mantap dan kontrol DPRD yang baik.
Persyaratan ini, pada awal pembangunan otonomi merupakan upaya strategis yang
harus direncanakan dengan baik dalam pembangunan daerah.
Pembangunan kemampuan kelembagaan diarahkan
agar orgainasi penyelenggara pemerintahan lebih ramping, lincah dan tanggap
terhadap kepentingan masyarakat; prosedur yang sederhana dan jelas, pembagian
antar unit kerja dan hubungan kerja antar lembaga yang tegas. Tidak ketinggalan
juga pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas.[9]
D. Kesimpulan
Dalam melakukan pembangunan Pemerintah Daerah
memerlukan perencanaan yang akurat, termasuk kebijakan-kebijakan Pemerintah
Daerah terkait.
·
Melakukan evaluasi, melengkapi ketersediaan
data-data tentang potensi-potensi daerah yang ada untuk dipromosikan kepada pelaku
ekonomi atau pengembang bisnis.
·
Pemerintah harus mengatasi berbagai persoalan
yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan masyarakat.
·
Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
melalui Dunia Usaha, perdagangan, peternakan dan pertanian.
·
Mempunyai tujuan meningkatkan lapangan kerja baru.
·
Adanya pemerataan pembangunan
E. Penutup
[1] Bahrul Amin, Aspek Hukum Pengawasan pengelolaan keuangan
daerah dalam Perspektif penyelengara Negara yang bersih, Yogyakarta: Lans
Bang Pressindo, 2010. H. 20.
[2]Bahrul Amin, Yogyakarta:
Lans Bang Pressindo, 2010. H... 21-22.
[3]PemerataanPembangunanIndonesia,http://www.kompasiana.com/poetoetego/pemerataaan-pembangunan-imdonesia_5510gs1a813311-d638bc698i. diakses 25 Desember
2016.
[4] Riadi, R.M. 2007. Jurnal,
Pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan antar daerah di provinsi Riau. Hlm. 2.
[5] Prof. Dr. ir. Wayan
Rusastra, Arah kebijakan pembangunan
Daerah, Azza Grafika. 2015. Hlm. 90.
[6] Sumber: http://eprints.upnjatim.acc.id/1958/1/file1.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar